Sejarah Wahhabi

Menanggapi banyaknya permintaan pembaca tentang sejarah berdirinya Wahabi maka kami berusaha memenuhi permintaan itu sesuai dengan asal usul dan sejarah perkembangannya semaksimal mungkin berdasarkan berbagai sumber dan rujukan kitab-kitab yang dapat dipertanggung-jawabkan, diantaranya, Fitnatul Wahabiyah karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, I’tirofatul Jasus AI-Injizy pengakuan Mr. Hempher, Daulah Utsmaniyah dan Khulashatul Kalam karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, dan lain-lain. Nama Aliran Wahabi ini diambil dari nama pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab (lahir di Najed tahun 1111 H / 1699 M). Asal mulanya dia adalah seorang pedagang yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain dan diantara negara yang pernah disinggahi adalah Baghdad, Iran, India dan Syam. Kemudian pada tahun 1125 H / 1713 M, dia terpengaruh oleh seorang orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah dia menjadi alat bagi Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya. Inggris memang telah berhasil mendirikan sekte-sekte bahkan agama baru di tengah umat Islam seperti Ahmadiyah dan Baha’i. Bahkan Muhammad bin Abdul Wahab ini juga termasuk dalam target program kerja kaum kolonial dengan alirannya Wahabi.

Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya. Namun sejak semula ayah dan guru-gurunya mempunyai firasat yang kurang baik tentang dia bahwa dia akan sesat dan menyebarkan kesesatan. Bahkan mereka menyuruh orang-orang untuk berhati-hati terhadapnya. Ternyata tidak berselang lama firasat itu benar. Setelah hal itu terbukti ayahnya pun menentang dan memberi peringatan khusus padanya. Bahkan kakak kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, ulama besar dari madzhab Hanbali, menulis buku bantahan kepadanya dengan judul As-Sawa’iqul Ilahiyah Fir Raddi Alal Wahabiyah. Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di Madinah, Syekh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi’i, menulis surat berisi nasehat: “Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul A’zham (kelompok mayoritas) diantara kaum muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan muslimin.”

Sebagaimana diketahui bahwa madzhab Ahlus Sunah sampai hari ini adalah kelompok terbesar. Allah berfirman : “Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu (Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS: An-Nisa 115)

Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan kaum muslim sunni yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain-lain. Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlussunnah wal jama’ah berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur serta maulid, ditolak tanpa alasan yang dapat diterima. Bahkan lebih dari itu, justru berbalik mengkafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk guru-gurunya sendiri.

Pada satu kesempatan seseorang bertanya pada Muhammad bin Abdul Wahab, “Berapa banyak Allah membebaskan orang dari neraka pada bulan Ramadhan?” Dengan segera dia menjawab, “Setiap malam Allah membebaskan 100 ribu orang, dan di akhir malam Ramadhan Allah membebaskan sebanyak hitungan orang yang telah dibebaskan dari awal sampai akhir Ramadhan” Lelaki itu bertanya lagi “Kalau begitu pengikutmu tidak mencapai satu persen pun dari jumlah tersebut, lalu siapakah kaum muslimin yang dibebaskan Allah tersebut? Dari manakah jumlah sebanyak itu? Sedangkan engkau membatasi bahwa hanya pengikutmu saja yang muslim.” Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun terdiam seribu bahasa. Sekalipun demikian Muhammad bin Abdul Wahab tidak menggubris nasehat ayahnya dan guru-gurunya itu.

Dengan berdalihkan pemurnian ajaran Islam, dia terus menyebarkan ajarannya di sekitar wilayah Najed. Orang-orang yang pengetahuan agamanya minim banyak yang terpengaruh. Termasuk diantara pengikutnya adalah penguasa Dar’iyah, Muhammad bin Saud (meninggal tahun 1178 H / 1765 M) pendiri dinasti Saudi, yang dikemudian hari menjadi mertuanya. Dia mendukung secara penuh dan memanfaatkannya untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Ibn Saud sendiri sangat patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab. Jika dia menyuruh untuk membunuh atau merampas harta seseorang dia segera melaksanakannya dengan keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir dan syirik selama 600 tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin surga.

Sejak semula Muhammad bin Abdul Wahab sangat gemar mempelajari sejarah nabi-nabi palsu, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya dia punya keinginan mengaku nabi, ini tampak sekali ketika ia menyebut para pengikut dari daerahnya dengan julukan Al-Anshar, sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin. Kalau seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus mengucapkan dua syahadat di hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum masuk Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu pula kedua orang tuanya. Dia juga diharuskan mengakui bahwa para ulama besar sebelumnya telah mati kafir. Kalau mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi pengikutnya, kalau tidak dia pun langsung dibunuh. Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi SAW dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang pengikutnya berkata : “Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad, karena tongkat-ku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali. Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di hadapan umatnya. Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah. Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang ada di atas kuburan, menjarah hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad.

Keberhasilan menaklukkan Madinah berlanjut. Mereka masuk ke Mekkah pada 1806, dan merusak kiswah, kain penutup Ka’bah yang terbuat dari sutra. Kemudian merobohkan puluhan kubah di Ma’la, termasuk kubah tempat kelahiran Nabi SAW, tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali, juga kubah Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah bin Abbas. Mereka terus menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat kaum solihin sambil bersorak-sorai, menyanyi dan diiringi tabuhan kendang. Mereka juga mencaci-maki ahli kubur bahkan sebagian mereka kencing di kubur kaum solihin tersebut. Gerakan kaum Wahabi ini membuat Sultan Mahmud II, penguasa Kerajaan Usmani, Istanbul-Turki, murka. Dikirimlah prajuritnya yang bermarkas di Mesir, di bawah pimpinan Muhammad Ali, untuk melumpuhkannya. Pada 1813, Madinah dan Mekkah bisa direbut kembali. Gerakan Wahabi surut. Tapi, pada awal abad ke-20, Abdul Aziz bin Sa’ud bangkit kembali mengusung paham Wahabi. Tahun 1924, ia berhasil menduduki Mekkah, lalu ke Madinah dan Jeddah, memanfaatkan kelemahan Turki akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I. Sejak itu, hingga kini, paham Wahabi mengendalikan pemerintahan di Arab Saudi. Dewasa ini pengaruh gerakan Wahabi bersifat global. Riyadh mengeluarkan jutaan dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi Wahabi. Sejak hadirnya Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan pemahaman agama Sunni-Syafi’i yang sudah mapan.

Kekejaman dan kejahilan Wahabi lainnya adalah meruntuhkan kubah-kubah di atas makam sahabat-sahabat Nabi SAW yang berada di Ma’la (Mekkah), di Baqi’ dan Uhud (Madinah) semuanya diruntuhkan dan diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit penghancur. Demikian juga kubah di atas tanah Nabi SAW dilahirkan, yaitu di Suq al Leil diratakan dengan tanah dengan menggunakan dinamit dan dijadikan tempat parkir onta, namun karena gencarnya desakan kaum Muslimin International maka dibangun perpustakaan. Kaum Wahabi benar-benar tidak pernah menghargai peninggalan sejarah dan menghormati nilai-nilai luhur Islam. Semula AI-Qubbatul Khadra (kubah hijau) tempat Nabi Muhammad SAW dimakamkan juga akan dihancurkan dan diratakan dengan tanah tapi karena ancaman International maka orang-orang biadab itu menjadi takut dan mengurungkan niatnya. Begitu pula seluruh rangkaian yang menjadi manasik haji akan dimodifikasi termasuk maqom Ibrahim akan digeser tapi karena banyak yang menentangnya maka diurungkan.

Pengembangan kota suci Makkah dan Madinah akhir-akhir ini tidak mempedulikan situs-situs sejarah Islam. Makin habis saja bangunan yang menjadi saksi sejarah Rasulullah SAW dan sahabatnya. Bangunan itu dibongkar karena khawatir dijadikan tempat keramat. Bahkan sekarang, tempat kelahiran Nabi SAW terancam akan dibongkar untuk perluasan tempat parkir. Sebelumnya, rumah Rasulullah pun sudah lebih dulu digusur. Padahal, disitulah Rasulullah berulang-ulang menerima wahyu. Di tempat itu juga putra-putrinya dilahirkan serta Khadijah meninggal.

Islam dengan tafsiran kaku yang dipraktikkan wahabisme paling punya andil dalam pemusnahan ini. Kaum Wahabi memandang situs-situs sejarah itu bisa mengarah kepada pemujaan berhala baru. Pada bulan Juli yang lalu, Sami Angawi, pakar arsitektur Islam di wilayah tersebut mengatakan bahwa beberapa bangunan dari era Islam kuno terancam musnah. Pada lokasi bangunan berumur 1.400 tahun Itu akan dibangun jalan menuju menara tinggi yang menjadi tujuan ziarah jamaah haji dan umrah.

“Saat ini kita tengah menyaksikan saat-saat terakhir sejarah Makkah. Bagian bersejarahnya akan segera diratakan untuk dibangun tempat parkir,” katanya kepada Reuters. Angawi menyebut setidaknya 300 bangunan bersejarah di Makkah dan Madinah dimusnahkan selama 50 tahun terakhir. Bahkan sebagian besar bangunan bersejarah Islam telah punah semenjak Arab Saudi berdiri pada 1932. Hal tersebut berhubungan dengan maklumat yang dikeluarkan Dewan Keagamaan Senior Kerajaan pada tahun 1994. Dalam maklumat tersebut tertulis, “Pelestarian bangunan bangunan bersejarah berpotensi menggiring umat Muslim pada penyembahan berhala.” (Mirip Masonic bukan?)

Nasib situs bersejarah Islam di Arab Saudi memang sangat menyedihkan. Mereka banyak menghancurkan peninggalan-peninggalan Islam sejak masa Ar-Rasul SAW. Semua jejak jerih payah Rasulullah itu habis oleh modernisasi ala Wahabi. Sebaliknya mereka malah mendatangkan para arkeolog (ahli purbakala) dari seluruh dunia dengan biaya ratusan juta dollar untuk menggali peninggalan-peninggalan sebelum Islam baik yang dari kaum jahiliyah maupun sebelumnya dengan dalih obyek wisata. Kemudian dengan bangga mereka menunjukkan bahwa zaman pra Islam telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa, tidak diragukan lagi ini merupakan pelenyapan bukti sejarah yang akan menimbulkan suatu keraguan di kemudian hari.

Gerakan wahabi dimotori oleh para juru dakwah yang radikal dan ekstrim, mereka menebarkan kebencian permusuhan dan didukung oleh keuangan yang cukup besar. Mereka gemar menuduh golongan Islam yang tak sejalan dengan mereka dengan tuduhan kafir, syirik dan ahli bid’ah. Itulah ucapan yang selalu didengungkan di setiap kesempatan, mereka tak pernah mengakui jasa para ulama Islam manapun kecuali kelompok mereka sendiri. Di negeri kita ini mereka menaruh dendam dan kebencian mendalam kepada para Wali Songo yang menyebarkan dan meng-Islam-kan penduduk negeri ini.

Mereka mengatakan ajaran para wali itu masih kecampuran kemusyrikan Hindu dan Budha, padahal para Wali itu telah meng-Islam-kan 90 % penduduk negeri ini. Mampukah wahabi-wahabi itu meng-Islam-kan yang 10% sisanya? Mempertahankan yang 90 % dari terkaman orang kafir saja tak bakal mampu, apalagi mau menambah 10 % sisanya. Justru mereka dengan mudahnya mengkafirkan orang-orang yang dengan nyata bertauhid kepada Allah SWT. Jika bukan karena Rahmat Allah yang mentakdirkan para Wali Songo untuk berdakwah ke negeri kita ini, tentu orang-orang yang menjadi corong kaum wahabi itu masih berada dalam kepercayaan animisme, penyembah berhala atau masih kafir. (Naudzu billah min dzalik).

Oleh karena itu janganlah dipercaya kalau mereka mengaku-aku sebagai faham yang hanya berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka berdalih mengikuti keteladanan kaum salaf apalagi mengaku sebagai golongan yang selamat dan sebagainya, itu semua omong kosong belaka. Mereka telah menorehkan catatan hitam dalam sejarah dengan membantai ribuan orang di Makkah dan Madinah serta daerah lain di wilayah Hijaz (yang sekarang dinamakan Saudi). Tidakkah anda ketahui bahwa yang terbantai waktu itu terdiri dari para ulama yang sholeh dan alim, bahkan anak-anak serta balita pun mereka bantai di hadapan ibunya. Tragedi berdarah ini terjadi sekitar tahun 1805. Semua itu mereka lakukan dengan dalih memberantas bid’ah, padahal bukankah nama Saudi sendiri adalah suatu nama bid’ah” Karena nama negeri Rasulullah SAW diganti dengan nama satu keluarga kerajaan pendukung faham wahabi yaitu As-Sa’ud.

Sungguh Nabi SAW telah memberitakan akan datangnya Faham Wahabi ini dalam beberapa hadits, ini merupakan tanda kenabian beliau SAW dalam memberitakan sesuatu yang belum terjadi. Seluruh hadits-hadits ini adalah shahih, sebagaimana terdapat dalam kitab shahih BUKHARI & MUSLIM dan lainnya. Diantaranya: “Fitnah itu datangnya dari sana, fitnah itu datangnya dari arah sana,” sambil menunjuk ke arah timur (Najed). (HR. Muslim dalam Kitabul Fitan)

“Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al-Qur’an namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka (tidak sampai ke hati), mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ketempatnya, tanda-tanda mereka ialah bercukur (Gundul).” (HR Bukho-ri no 7123, Juz 6 hal 20748). Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud, dan Ibnu Hibban

Nabi SAW pernah berdo’a: “Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman,” Para sahabat berkata: Dan dari Najed, wahai Rasulullah, beliau berdo’a: “Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman,” dan pada yang ketiga kalinya beliau SAW bersabda: “Di sana (Najed) akan ada keguncangan fitnah serta di sana pula akan muncul tanduk syaitan.” Dalam riwayat lain dua tanduk syaitan.

Dalam hadits-hadits tersebut dijelaskan, bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul). Dan ini adalah merupakan nash yang jelas ditujukan kepada para penganut Muhammad bin Abdul Wahab, karena dia telah memerintahkan setiap pengikutnya mencukur rambut kepalanya hingga mereka yang mengikuti tidak diperbolehkan berpaling dari majlisnya sebelum bercukur gundul. Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya. Seperti yang telah dikatakan oleh Sayyid Abdurrahman Al-Ahdal: “Tidak perlu kita menulis buku untuk menolak Muhammad bin Abdul Wahab, karena sudah cukup ditolak oleh hadits-hadits Rasulullah SAW itu sendiri yang telah menegaskan bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul), karena ahli bid’ah sebelumnya tidak pernah berbuat demikian.” Al-Allamah Sayyid AIwi bin Ahmad bin Hasan bin Al-Quthub Abdullah AI-Haddad menyebutkan dalam kitabnya Jala’uzh Zholam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abbas bin Abdul Muthalib dari Nabi SAW: “Akan keluar di abad kedua belas (setelah hijrah) nanti di lembah BANY HANIFAH seorang lelaki, yang tingkahnya bagaikan sapi jantan (sombong), lidahnya selalu menjilat bibirnya yang besar, pada zaman itu banyak terjadi kekacauan, mereka menghalalkan harta kaum muslimin, diambil untuk berdagang dan menghalalkan darah kaum muslimin” AI-Hadits.

BANY HANIFAH adalah kaum nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad bin Saud. Kemudian dalam kitab tersebut Sayyid AIwi menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain ialah Muhammad bin Abdul Wahab. Adapun mengenai sabda Nabi SAW yang mengisyaratkan bahwa akan ada keguncangan dari arah timur (Najed) dan dua tanduk setan, sebagian, ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua tanduk setan itu tiada lain adalah Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad Ibn Abdil Wahab. Pendiri ajaran wahabiyah ini meninggal tahun 1206 H / 1792 M.

Diambil dari rubrik Bayan, majalah bulanan Cahaya Nabawiy No. 33 Th. III Sya’ban 1426 H / September 2005 M

 

Ada Apa Di Balik Hari Senin

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Senin dan Kamis adalah hari sunat berpuasa bagi kaum muslimin, budaya ini sudah turun temurun dari nenek moyang kita, oleh sebab pembawa ajaran islam , tapi pernahkah kita bertanya kenapa dan mengapa kita disuruh berpuasa ??? jawabanya tanyak diri sendiri !

Hari senin adalah kelahiran makhluk paling mulia yang diutus tuhan kedunia untuk seluruh ummat manusia yaitu baginda besar Nabi Muhammad Saw. Rosululloh Saw pernah ditanya tentang puasa hari senin yang lafazd hadistnya diriwayatkan Imam muslim :

عن أبي قتادة : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سئل عن صوم يوم الاثنين فقال : فيه ولدت وفيه أنزل علي (رواه الامام مسلم في الصحيح في كتاب الصيام)

Artinya : Rosululloh ditanya kenapa puasa pada hari senin, lantas Rosululloh menjawab : Hari senin adalah hari kelahiranku dan hari diturunkan padaku.

Kita lihat bagaimana Experesi seorang mahluk mulia membesarkan hari kelahirannya. Gembira dengan merayakan sesuatu hal yang baik merupakan anjuran Al- Quran sebagaimana firman Allah Swt :

قل بفضل الله وبرحمته فبذالك فليفرحوا

Artinya : Katakanlah : Sebab karunia dan rahmat yang diberikan Allah Maka bergembiralah.

Maka bagaimana dengan perayaan Maulid Nabi Saw, sementara kita sudah tau bahwa Nabi Muhammad Saw itu adalah A’zomul barkah (rahmat paling besar), Allah berfirman :

وما أرسلناك الا رحمة للعالمين

Artinya : Kami mengutus kamu sebagai rahmat buat semesta alam.

Seyogyanya kita sebagai umat Islam membudidayakan maulid nabi Saw di masyarakat kita, menandakan dan membuktikan cinta dan gembira kita dengan kehadiran Rasululloh Saw sebagai rahmat di tengan-tengah kita.

Jangankan kita yang muslim orang kapir saja bisa mengambil manfaat atas kelahiran Nabi Saw, sebagaimana telah dikisahkan dalam hadist Bukhori ketika Abu Lahab memerdekakan hambanya Tsuaibah atas kelahiran Nabi Muhammad Saw, sehingga Allah meringankan hukuman Abu Lahab setiap hari senin.

Pribadi Rosululloh saja ikut serta merayakan kebaikan, maka bagaimana dengan kita ?

Terbukti ketika Rosululloh Saw sampai kemadinah, Rosululloh melihat kaum yahudi berpuasa pada hari Asyuro, lantas beliau bertanya : kenapa mereka berpuasa ? di jawab : sungguh mereka berpuasa oleh karena Allah menyelamatkan Nabi mereka dan menenggelamkan musuh2 mereka, sebagai rasa syukur mereka kepada Allah Swt, Mendengar itu langsung Rosululloh bersabda : Kita lebih berhak kepada Nabi Musa dari pada mereka, maka Rosululloh Saw berpuasa dan menyuruh berpuasa pada hari Asyuro.

Experesi merayakannya boleh berbeda (tidak harus puasa). memang kita ketahui bahwa nabi melaksanakan peringatanya dengan berpuasa, namun tidak ada salahnya kalau kita mengembangkan sesuatu hal yang baik dan hasilnya untuk yang baik pula. Allah berfirman :

فاستبقوا الخيرات

Artinya : Berlomba-lombalah kalian pada kebaikan.

Banyak orang berpendapat melaksanakan maulid Nabi adalah kegiatan bid’ah yang dibuat-buat saja, alasan mereka kegiatan ini tidak pernah berlangsung pada masa hidupnya Nabi Muhammad Saw , memang terbukti Ihtifal Bil Maulid tidak pernah terjadi baik di masa Rosululloh maupun Sahabatnya. Namun perlu di ingat bahwa bid’ah ( menciptakan sesuatu yang tidak terjadi pada masa Nabi) itu ada yang baik, alasannya hadist ibnu Mas’ud :

ما رآه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن, وما رآه المسلمون قبيحا فهو عند الله قبيح (أخرجه أحمد).

Artinya : Suatu pandangan menurut Islam baik maka di sisi Allah juga baik, dan suatu pandangan menurut islam jelek maka di sisi Allah juga jelek.

Penciptaan bid’ah itu sudah terjadi pada masa sahabat, seperti menulis al-quran, sholat tarawih dengan satu imam (berjamaah). Kalau memang menurut mereka semua bid’ah itu Munkaroh (batal), niscaya haramlah menulis Al Quran, haram sholat tarawih berjamaah, haram mengcompose ilmu-ilmu yang bermanfaat dan wajiblah memerangi orang kapir dengan panah dan tombak, sementara orang kapir dengan peluru dan mother of all boms, sebab peluru dan bom belum ada pada masa Nabi Muhammad Saw. Jadi nyatalah bahwa bukan semua bid’ah itu munkaroh (batal).

Dan hadist Nabi :

كل بدعة ضلالة

Ulama menentukannya dengan bid’ah yang haram yakni sesuatu yang menjurus kepada penghancuran Islam, seperti pendapat-pendapat oreantalis, sekuler, wahabi dan konco-konconya.

Imam Syafi’I Ra berkata : Penciptaan dan Pengembangan yang notabenenya menyalahi Al-Quran, Hadist, Konsensus Ulama dan Atsar maka penciptaan dan pengembangan tersebut batal dan penciptaan serta pengembangan sesuai dengan Al Quran, Hadist, Konsensus Ulama dan Atsar maka penciptaan dan pengembangan tersebut syah dan terpuji.

Sayyidina Umar Ra setelah siap mencipatakan bid’ah yaitu membuat sholat taraweh satu imam (berjama’ah) lantas beliau menyebutkan :

نعمت البدعة هذه

Artinya : Sebaik-baik bid’ah, inilah contohnya

Akhirnya, alangkah bagusnya kita umat Islam membudayakan maulid Nabi untuk mengingat dan menghidupkan kembali Syiar sang pembawa Risalah. Karna penciptaan dan pengembangan maulid Nabi adalah bid’ah hasanah (pengembangan yang baik).

من سن في الاسلام سنة حسنة فعمل بها بعده كتب له مثل أجر من عمل بها, ولا ينقص من أجورهم شيئ (رواه مسلم وأحمد والترمذي والنسائي وابن ماجه بألفاظ مختلفة)

Artinya : Orang yang menciptakan dan mengembangkan satu metode untuk kemajuan Islam, lalu dikembangkan pula oleh regenerasinya dicatatlah baginya seumpama pahala orang yang mengembangkan sesudahnya dan tidak dikurangi sedikit pun.

Memperingati kelahiran Nabi tidak tentu hari senin, bulan Rabi’ul Awal, bahkan kami di makkah mengadakan Zikroyatnya hampir setiap minggu. Dan kegiatan yang biasa kami adakan pada maulid tersebut ialah : Membaca sejarah hidup Nabi Saw, Bersyair dengan memuji Akhlaq dan kepribadiannya yang mulia. Sehingga kadang air mata menetes tak terasa mengingat kerinduan dan kecintaan yang nyata. Itulah bukti cinta slalu dan slalu mengingat , membasahi bibirnya menyebut nama sang kekasihnya.

Jadi apakah mungkin seorang kekasih tidak mengingat sang kekasihnya………….????.

والسلام

Dari Bawah Naungan Ka’bah

Tuntunan Terhadap Pelaksanaan Aqad Nikah

Akhir-akhir ini banyak kita jumpai di kalangan masyarakat kita, melangsungkan pernikahan pada malam hari atau sembarang waktu, di laksanakan di rumah calon mempelai pria atau wanita, maupun di rumah Pegawai Pembantu Pencatat Nikah (P3N) atau Qadhi. Terhadap hal semacam ini di himbaukan kepada seluruh umat islam agar dalam pelaksanaan aqad nikah mempedomani tuntunan agama kita.

1. Bertaubat

Bagi seorang wali hendaknya bertaubat lebih dahulu pada ketika hendak berwakil kepada orang lain untuk menikahkan. Begitu juga hendaknya dua orang saksi serta para hadirin yang ikut menyaksikan aqad nikah. Hal ini bertujuan agar terhindar dari aqad nikah yang fasid (batal).

2. Melaksanakan Pernikahan Pada :

a. Bulan syawal, sebab Nabi kita Muhammad Saw menikahi Aisyah r.a pada bulan tersebut.

b. Bulan shafar, karena Nabi kita menikahkan putri kesayangan Fatimah r.a pada bulan tersebut.

c. Hari Jum’at, hari yang paling baik melangsungkan aqad nikah. Alasannya bersumber dari sebuah hadist Nabi yang berbunyi : Suila Rosululloh Shollalohu ‘alaihi wasallam ‘An Yaumi Al Jum’ati Pa Qola Yaumu Shilatin Wa Nikahin. artinya : Pernah Rosululloh Saw di tanya tentang Hari Jum’at, lantas Beliau menjawab : Hari Jum’at adalah hari memadu Silaturahmi, merajut kasih sayang dan membuhul pernikahan.

d. Pagi hari, hal ini sesuai dengan do’a Nabi yang berbunyi : Allohumma Barik Ummati Pi Bukuriha. artinya : Ya Alloh berikanlah keberkatan pada Ummatku di Pagi hari.

e. Sore hari, Ini bersumber pada sebuah hadist Nabi yang berbunyi : Umsu Bi Al Malaki Pa Innahu A’dzomu Li Al Barokati.

Para Ulama telah mencatat dalam Sejarah bahwa ada enam orang Nabi dan satu Khulafaur Rasyidin yang melangsungkan pernikahan pada Hari Jum’at antara lain : 1. Nabi Adam dengan Hawa. 2. Nabi Yusuf dengan Zulaikha. 3. Nabi Musa dengan Shafura. 4. Nabi Sulaiman dengan Ratu Balqies. 5. Nabi Muhammad dengan Khadijah. 6. Nabi Muhammad dengan Aisyah. 7. Saidina Ali dengan Fatimah.

3. Di laksanakan Aqad Nikah Di dalam Masjid

Pendapat ini berdasarkan kepada sebuah Hadist Nabi yang berbunyi : A’linun Nikaha Pi Al Masjidi (Rw. At Tirmizy). artinya : Iklankan kamulah Nikah itu dalam masjid.

4. Sholat Dua Raka’at Ketika Aqad Nikah

 Sebelum mengucapkan Akad Nikah di sunnahkan orang tua (wali) perempuan dan calon suami mengerjakan shalat sunat dua rakaat.

5. Shalat Sunat Dua Raka’at Sesudah Aqad Nikah

Dan sesudah aqad Nikah, suami dan istri di sunatkan pula melaksanakan sholat sunat dua raka’at, memohon pada waktu sujudnya agar di berikan Rumah Tangga Bahagia, Sakinah Rahmah dan Mawaddah serta di karuniai anak yang sholeh. Melangsungkan Pernikahan pada selain Bulan, Hari, Waktu dan Tempat yang tersebut di atas nampaknya tidak sejalan dengan tuntunan agama kita, buanglah jauh-jauh anggapan sebahagian orang yang mengatakan sunat aqad nikah pada Bulan Haji, atau pada Hari Minggu. Sebagaimana kita saksikan di sebahagian daerah.

Kalau kita bukan umat Islam yang melaksanakan aqad nikah sesuai dengan tuntunan dan petunjuk agama, lalu siapa lagi yang kita harapkan ?????????????????????

                                                     Di Tulis Oleh

                                          H. MAHMUDIN PASARIBU